Apabila seorang muslim
berbuka dari puasa Ramadhannya tanpa udzur, maka ia wajib beristighfar dan
bertaubat kepada Allah, sebab hal itu adalah kejahatan dan kemungkaran yang
besar. Selain bertaubat, ia pun wajib untuk mengganti puasanya sebanyak yang
dia tinggalkan, setelah Ramadhan. Menurut perkataan yang shahih dari para
ulama, bahwa dia wajib menyegerakan qadha’, sebab pada asalnya dia harus
menunaikan puasa itu pada waktunya di dalam bulan Ramadhan dan tidak ada keringanan
baginya.
Adapun bila ia berbuka
karena adanya alasan syar’I, seperti haidh, nifas, sakit, safar atau yang
lainnya, maka wajib baginya mengganti puasanya. Tidak wajib baginya untuk
menyegerakan qadha’ , bahkan ada kelonggaran baginya hingga Ramadhan
berikutnya. Akan tetapi lebih utama baginya untuk mempercepat mengganti
puasanya. Sebab hal itu termasuk menyegerakan pelunasan hutang dan lebih baik
baginya. Sehingga dia menghindarkan dirinya dari hal-hal yang dapat
menghalanginya untuk berpuasa, seperti penyakit dan semisalnya. Apabila ia
menundanya sampai Ramadhan yang berikutnya, seperti berlanjutnya udzurnya, maka
ia boleh menggantinya setelah Ramadhan berikutnya.
Adapun jika ia
menundanya hingga Ramadhan berikutnya tanpa adanya udzur, maka selain mengqadha’,
iapun wajib memberi makan satu orang miskin untuk setiap hitungan satu hari
yang ditinggalkan. Tidak dipersyaratkan berturut-turut dalam mengqadha’ puasa.
Boleh berturut-turut dan boleh berpisah-pisah. Sebagaimana firman Allah:
{ فَمَن كَانَ
مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ }
Artinya: “Maka
barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain.” QS Al-Baqarah: 184
Dalam ayat di atas,
Allah tidak mempersyaratkan berturut-turut. Jika ia merupakan syarat, maka
tentu aka dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
diterjemahkan dari kitab Al-Fiqh Al-Muyassar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar