Sabtu, 19 Desember 2015

Mengganti Puasa Ramadhan




Apabila seorang muslim berbuka dari puasa Ramadhannya tanpa udzur, maka ia wajib beristighfar dan bertaubat kepada Allah, sebab hal itu adalah kejahatan dan kemungkaran yang besar. Selain bertaubat, ia pun wajib untuk mengganti puasanya sebanyak yang dia tinggalkan, setelah Ramadhan. Menurut perkataan yang shahih dari para ulama, bahwa dia wajib menyegerakan qadha’, sebab pada asalnya dia harus menunaikan puasa itu pada waktunya di dalam bulan Ramadhan dan tidak ada keringanan baginya.
Adapun bila ia berbuka karena adanya alasan syar’I, seperti haidh, nifas, sakit, safar atau yang lainnya, maka wajib baginya mengganti puasanya. Tidak wajib baginya untuk menyegerakan qadha’ , bahkan ada kelonggaran baginya hingga Ramadhan berikutnya. Akan tetapi lebih utama baginya untuk mempercepat mengganti puasanya. Sebab hal itu termasuk menyegerakan pelunasan hutang dan lebih baik baginya. Sehingga dia menghindarkan dirinya dari hal-hal yang dapat menghalanginya untuk berpuasa, seperti penyakit dan semisalnya. Apabila ia menundanya sampai Ramadhan yang berikutnya, seperti berlanjutnya udzurnya, maka ia boleh menggantinya setelah Ramadhan berikutnya.
Adapun jika ia menundanya hingga Ramadhan berikutnya tanpa adanya udzur, maka selain mengqadha’, iapun wajib memberi makan satu orang miskin untuk setiap hitungan satu hari yang ditinggalkan. Tidak dipersyaratkan berturut-turut dalam mengqadha’ puasa. Boleh berturut-turut dan boleh berpisah-pisah. Sebagaimana firman Allah:
{ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ }
Artinya: “Maka barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari-hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” QS Al-Baqarah: 184
Dalam ayat di atas, Allah tidak mempersyaratkan berturut-turut. Jika ia merupakan syarat, maka tentu aka dijelaskan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

diterjemahkan dari kitab Al-Fiqh Al-Muyassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar