Kata
manhaj atau minhaj bukan-lah sesuatu yang baru dalam syari’at,
meski mungkin bagi
sebagian orang, kata ini belum akrab di
telinganya. Kata ini telah
disebut-sebut dalam Kitab
Allah subhanahu wa ta'ala yang mulia. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
“...Untuk setiap ummat di antara kamu, kami
berikan aturan dan minhaj...” (QS. Al-Maaidah:48)
Kamus-kamus bahasa Arab menyebutkan bahwa akar
kata manhaj adalah “nahaja” dan arti
dasarnya adalah: “terang atau jelas” dan “menempuh”. Jika dikatakan “nahaja thoriq” maka artinya “jalan itu menjadi terang” sedangkan jika
dikatakan “nahaja
fulan thoriq”, maka artinya: “Si fulan menempuh jalan yang
jelas atau terang”.
Dari sini dapat dipahami alasan para pakar bahasa
Arab yang memaknai kata manhaj atau minhaj dengan arti jalan yang terang dan
jelas. Makna ini pula yang dikatakan Ibnu Abbas radhiallahu anhu ketika menafsirkan kata minhaj dalam surat
Al-Maidah ayat 48 di atas, beliau berkata: “maksud aturan adalah syari’at dan minhaj
adalah jalan yang terang dan jelas.” (Tafsir Ibnu Katsir:III/129).
Kemudian
ungkapan jalan yang terang dan jelas bila dikaitkan dengan perkara abstrak (non
materi), maka bisa bermakna cara atau metode. Oleh karena itu dalam Kamus Mu’jam Al-Wasith disebutkan bahwa
diantara makna manhaj atau minhaj adalah “Al-Khuttah Al-Maisumah”, yakni: Langkah-langkah atau metode yang telah digariskan dan
ditetapkan. Berdasarkan makna
ini, maka kurikulum pendidikan pun kemudian disebut “manhaj”.
Kesimpulan, manhaj atau minhaj secara bahasa
memiliki makna: Jelas, terang, jalan, cara, metode, langkah-langkah, dan
garis-garis yang sudah ditetapkan.
Adapun manhaj atau minhaj dalam pengertian agama
adalah: “Kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang digunakan dalam proses
belajar mengajar agama, yang dengan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan itu
seseorang dapat memahami agama dengan baik dan benar.” (Lihat Kitab Al-Mukhtasharul
Hasits fi Bayaan Ushul Manhaj Salaf Ashabul Hadits: hal.15).
Setelah kita mengetahui makna manhaj, maka
jelaslah betapa pentingnya manhaj dalam kehidupan setiap muslim. Manhaj menjadi
penentu keselamatan bagi setiap orang beriman. Karena seseorang tidak dapat
memahami aqidah yang lurus, sebelum mengenal manhaj dalam mempelajari aqidah.
Ibadah tidak menjadi benar bila manhaj dalam mempelajari ibadah itu salah,
demikian pula dengan urusan-urusan lain dalam semua sisi ajaran agama.
Syaikh
DR. Sholeh bin Fauzan Hafizhahullah berkata: “Manhaj diterapkan dalam aqidah,
pensucian jiwa, akhlak, muamalah dan dalam semua sisi kehidupan seorang muslim.
Setiap langkah yang dilaku-kan seorang muslim disebut manhaj.” (Al-Ajwibah Al-Mufidah an As’ilah
Manahij Al-Jadidah, karya Jamal bin Furaihan, hal. 123).
Manhaj bukan perkara yang dapat dibuat sesuka
hati, atau di susun berdasarkan kemauan sendiri, meski manusia sepakat
mengatakan manhaj buatan mereka sangat baik dan hasilnya memuaskan, tetap saja
manhaj itu tidak bisa diterima, karena manhaj adalah bagian agama. Hal ini
diisyaratkan oleh Muhammad bin Sirin Rahimahullah: “Sungguh ilmu ini adalah
agama, maka perhatikanlah dari mana kamu mengambilnya” (Muqaddimah Shohih Muslim).
Maksudnya, perhatikanlah manhaj (metode) kamu
dalam mengambil ilmu, karena ilmu adalah bagian dari agama, maka hendaknya
manhaj menerima ilmu itu harus sesuai pula dengan aturan agama.
Semua penyimpangan dalam agama berasal dari manhaj
(metode) yang salah. Baik kesalahan itu di bidang aqidah, ibadah, dakwah,
akhlak maupun sisi-sisi lain dalam agama. Perpecahan ummat yang diisyaratkan
dalam hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam berakar dari kekeliruan dalam manhaj.
Gambaran manhaj dilukiskan dengan indah oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu mengisah-kan hal itu seraya berkata:
﴿ خَطَّ لَناَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ ثُمَّ قَالَ : هَذَا سَبِيْلُ اللهِ
مُسْتَقِيْمًا . وَخُطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَ شِمَالِهِ ، ثُمَّ قَالَ : هَذِهِ السُّبُلُ ، لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ
قَرَأَ قَوْلُهُ تَعَالَى: وَ أَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيْمًا فَتَّبِعُوْهُ، وَ لَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ،
ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ ﴾
صَحِيْحٌ رَوَاهُ
أَحْمَدُ وَ النَّسَائِي
"Rasulullah r membuat garis
dengan tangannya lalu bersabda, 'Ini jalan Allah yang lurus. Lalu beliau
mem-buat
garis-garis di kanan kirinya, kemudian bersabda: “Ini adalah jalan-jalan (yang sesat) tak satu pun dari
jalan-jalan ini kecuali di dalam-nya terdapat setan yang mengajak kepadanya.
Selanjutnya beliau r membaca firman Allah, 'Dan bahwa (yang Kami perintahkan
ini) adalah jalanKu yang lurus maka ikutilah dia janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari
jalan-Nya.
Demikianlah Dia mewasiatkan kepada kamu agar kamu
bertakwa." (QS. Al-An'am:153) (Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad dan Nasa'i)
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah:
“Apabila orang berakal yang menginginkan perjumpaan dengan Allah subhanahu wa ta'ala mem-perhatikan permisalan ini, lalu mencermati keadaan kelompok-kelompok
yang ada, baik khawarij, mu’tazilah, jahmiyah, rafidhah dan lain-lain, niscaya
orang berakal akan mendapati bahwa kelompok-kelom-pok tersebutlah yang
dimaksudkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai pemilik jalan-jalan yang berserakan itu,
dimana pada setiap jalan itu ada syaitan yang mengajak padanya. Sungguh Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsunya, akan
tetapi semua itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” (Lihat kitab Naqdhul Mantiq
hal.49)
Islam adalah agama yang sudah sempurna dan lengkap, tidak ada satupun
perkara yang luput dari pengaturannya. Termasuk manhaj atau metode dalam
mengajarkan dan mempelajari agama. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun telah mengabarkan, akan ada sekelompok umat
yang tetap berada di atas manhaj yang lurus, tidak pernah menyimpang darinya.
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muawiyah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خذلهم حتى يأتي أمرالله" (رواه مسلم
"Senantiasa ada sekelompok dari
umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang
mengabaikan
mereka, sehingga datang keputusan
Allah."
(HR. Muslim)
Lalu apa dan bagaimana manhaj yang diterima oleh
Allah Subhanahu Wata’ala? Nantikan pembahasannya dalam kajian seri manhaj edisi
selanjutnya.
وصلى الله على محمد وعلى آله وأصحبه أجمعين
@ Ust. Amiruddin
Djalil, Lc
Disarikan dari kitab:
“Mulia Dengan Manhaj Salaf” Karya Al Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar